Cerita Ammar Hari Ini
Ammar, 5 tahun_ku, akhirnya pulang setelah sukses, kembali sekolah hari ini! Ya, setelah 6 bulan mogok sekolah, sebab Ammar salah paham, memahami dan memaknai pukulan perkenalan dari seorang temannya yang autis, sebagai isarat permusuhan bukan persahabatan.
Aghh...seketika Umi merasakan demikian lega melihat wajah Ammar siang ini terlihat sangat bahagia dan bangga. "Umi, sekarang Ammar sudah siap ke sekolah sendiri. Horeeeee!"
Ammar menunjukkan tangannya dengan bangga. Di lengannya terukir gambar bintang, ada tiga jumlahnya. Ini sebuah apresiasi dari sekolah yang membangkitkan motivasi Ammar luar biasa.
Dan sebagai hadiah untuk Ammar, Umi pun mengajak Ammar bertualang. Petualangan bertema alat transportasi! Yipiiii....Petualangan dimulai dengan menggunakan ojeg lalu dilanjutkan dengan angkot, alat transportasi yang cukup asing untuk Ammar. Dan klimaks nya, Ammar naik commuter line! Wowww...Seruuu nya berkeliling Jakarta Depok dengan Ammar.
Semula Umi mengira, keretanya lega, karena sudah siang bukan jam pergi pulang kantor. Perjalanan pun bukan menuju Jakarta. Namun ternyata, commuternya cukup padat sehingga Ammar dan Umi harus berdiri. Seperti biasa, mata Umi akan waspada, menemukan sedikit celah untuk bisa duduk, terutama untuk Ammar. Semua wajah juga seperti biasa, tanpa dosa. Seolah – olah tidak sadar bahwa ada seorang balita yang berhak mendapatkan kursi prioritas, (*itu sih menurut Umi* hahaha).
Pemandangan yang menarik selanjutnya, adalah sepasang tuna netra di hadapan kami yang demikian menikmati perjalanannya. Romantis sekali, melihat sang istri bersandar begitu manja di pundak suaminya. Fisik mereka yang tidak sempurna, terlihat begitu sempurna memancarkan cinta mereka! Entah mengapa, melihat wajah keduanya, terasa hati Umi menjadi damai.
Tiba – tiba si laki-laki tuna netra itu berdiri! Ia terlihat berbicara sebentar kepada istrinya. Lalu di luar dugaanku, si laki – laki tuna netra menyilahkan Ammar untuk duduk di kursinya. Haaa? Jeritku dalam hati. Sungguh tak percaya! Banyak orang dengan fisik sempurna yang ada di gerbong itu, hampir tidak peduli dengan Ammar. Tapi laki - laki itu? Dengan apa dia bisa melihat Ammar? Bukankah dia tuna netra? Dan dalam kebingunganku itu, si laki – laki tuna netra itu benar – benar telah berdiri. Ammar kembali dipanggilnya untuk duduk di kursinya. Perempuannya yang tuna netra juga terlihat berusaha mengarahkan senyumannya dengan tepat ke arahku. Dan begitu saja aku menjadi tersenyum juga. Entahlah, semoga dia bisa melihat senyum ketakjubanku dengan mata hatinya.
Tapi, karena perjalanan dengan commuter line ini sesuatu yang baru bagi Ammar, Ammar lebih memilih untuk berdiri di depan pintu commuter agar bisa melihat pemandangan di sepanjang perjalanan. Dia kurang tertarik untuk duduk di kursi yang sesungguhnya menjadi incaran banyak orang itu. Masih terkagum – kagum, aku mengucapkan terimakasih kepada si laki – laki tuna netra dan berkali – kali meyakinkan dia, bahwa Ammar lebih memilih berdiri daripada menerima tawaran baiknya. Sebenarnya dalam hati, aku yang justru ingin duduk di kursi yang ditawarkan untuk Ammar itu. Namun jauh di lubuh hatiku terdalam, rupanya menolak keras! Mana mungkin aku yang memiliki fisik yang sempurna, bisa kalah dengan pasangan itu! Mana mungkin aku memutus kemesraan mereka demi menutupi kemanjaanku. Ah, akhirnya aku yakinkan si laki – laki tuna netra itu untuk kembali saja duduk di samping istrinya yang senantiasa tersenyum.
Sungguh ini perjalanan menggetarkan, saat Allah mempertemukanku dengan mereka, sepasang guru kehidupan. Sepasang tuna netra yang meski tidak memiliki mata, namun mereka memiliki mata hati. Sepasang tuna netra meski mereka tidak mampu melihat, namun mereka sangat peka merasakan....
Berkahilah mereka ya Allah ...
Berkahilah kami....
Jakarta, 25 November 2013
Ammar, 5 tahun_ku, akhirnya pulang setelah sukses, kembali sekolah hari ini! Ya, setelah 6 bulan mogok sekolah, sebab Ammar salah paham, memahami dan memaknai pukulan perkenalan dari seorang temannya yang autis, sebagai isarat permusuhan bukan persahabatan.
Aghh...seketika Umi merasakan demikian lega melihat wajah Ammar siang ini terlihat sangat bahagia dan bangga. "Umi, sekarang Ammar sudah siap ke sekolah sendiri. Horeeeee!"
Ammar menunjukkan tangannya dengan bangga. Di lengannya terukir gambar bintang, ada tiga jumlahnya. Ini sebuah apresiasi dari sekolah yang membangkitkan motivasi Ammar luar biasa.
Dan sebagai hadiah untuk Ammar, Umi pun mengajak Ammar bertualang. Petualangan bertema alat transportasi! Yipiiii....Petualangan dimulai dengan menggunakan ojeg lalu dilanjutkan dengan angkot, alat transportasi yang cukup asing untuk Ammar. Dan klimaks nya, Ammar naik commuter line! Wowww...Seruuu nya berkeliling Jakarta Depok dengan Ammar.
Semula Umi mengira, keretanya lega, karena sudah siang bukan jam pergi pulang kantor. Perjalanan pun bukan menuju Jakarta. Namun ternyata, commuternya cukup padat sehingga Ammar dan Umi harus berdiri. Seperti biasa, mata Umi akan waspada, menemukan sedikit celah untuk bisa duduk, terutama untuk Ammar. Semua wajah juga seperti biasa, tanpa dosa. Seolah – olah tidak sadar bahwa ada seorang balita yang berhak mendapatkan kursi prioritas, (*itu sih menurut Umi* hahaha).
Pemandangan yang menarik selanjutnya, adalah sepasang tuna netra di hadapan kami yang demikian menikmati perjalanannya. Romantis sekali, melihat sang istri bersandar begitu manja di pundak suaminya. Fisik mereka yang tidak sempurna, terlihat begitu sempurna memancarkan cinta mereka! Entah mengapa, melihat wajah keduanya, terasa hati Umi menjadi damai.
Tiba – tiba si laki-laki tuna netra itu berdiri! Ia terlihat berbicara sebentar kepada istrinya. Lalu di luar dugaanku, si laki – laki tuna netra menyilahkan Ammar untuk duduk di kursinya. Haaa? Jeritku dalam hati. Sungguh tak percaya! Banyak orang dengan fisik sempurna yang ada di gerbong itu, hampir tidak peduli dengan Ammar. Tapi laki - laki itu? Dengan apa dia bisa melihat Ammar? Bukankah dia tuna netra? Dan dalam kebingunganku itu, si laki – laki tuna netra itu benar – benar telah berdiri. Ammar kembali dipanggilnya untuk duduk di kursinya. Perempuannya yang tuna netra juga terlihat berusaha mengarahkan senyumannya dengan tepat ke arahku. Dan begitu saja aku menjadi tersenyum juga. Entahlah, semoga dia bisa melihat senyum ketakjubanku dengan mata hatinya.
Tapi, karena perjalanan dengan commuter line ini sesuatu yang baru bagi Ammar, Ammar lebih memilih untuk berdiri di depan pintu commuter agar bisa melihat pemandangan di sepanjang perjalanan. Dia kurang tertarik untuk duduk di kursi yang sesungguhnya menjadi incaran banyak orang itu. Masih terkagum – kagum, aku mengucapkan terimakasih kepada si laki – laki tuna netra dan berkali – kali meyakinkan dia, bahwa Ammar lebih memilih berdiri daripada menerima tawaran baiknya. Sebenarnya dalam hati, aku yang justru ingin duduk di kursi yang ditawarkan untuk Ammar itu. Namun jauh di lubuh hatiku terdalam, rupanya menolak keras! Mana mungkin aku yang memiliki fisik yang sempurna, bisa kalah dengan pasangan itu! Mana mungkin aku memutus kemesraan mereka demi menutupi kemanjaanku. Ah, akhirnya aku yakinkan si laki – laki tuna netra itu untuk kembali saja duduk di samping istrinya yang senantiasa tersenyum.
Sungguh ini perjalanan menggetarkan, saat Allah mempertemukanku dengan mereka, sepasang guru kehidupan. Sepasang tuna netra yang meski tidak memiliki mata, namun mereka memiliki mata hati. Sepasang tuna netra meski mereka tidak mampu melihat, namun mereka sangat peka merasakan....
Berkahilah mereka ya Allah ...
Berkahilah kami....
Jakarta, 25 November 2013
0 komentar:
Posting Komentar